RESENSI KEGIATAN PEMBUKAAN DAN SEMINAR INTERNASIONAL ICJSLE ke-7, Universitas Hasanuddin, Makassar

Oleh:

Djodjok Soepardjo (Arif Billah)

Hari ini, langit Makassar menjadi saksi dibukanya Seminar Internasional International Conference on Japanese Studies, Language and Education (ICJSLE) ke-7. Dengan hangatnya sambutan dan tatap penuh harapan, Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Prof. Dr. Andi Muhammad Akmar, S.S., M.Hum., memulai rangkaian kegiatan yang sederhana namun tetap meriah.

Hadir pula Wakil Dekan I, Dr. Ilham, yang turut menguatkan semangat akademik di ruangan ini. Jumlah peserta yang hadir secara luring tercatat lebih dari 50 orang, sementara selebihnya bergabung secara daring. Kehadiran lintas ruang ini membuktikan bahwa batas geografis tidak lagi menjadi penghalang bagi pertukaran ilmu dan gagasan.

Dari Jakarta, Direktur The Japan Foundation menyampaikan sambutan secara online. Beliau menegaskan dukungannya terhadap penyelenggaraan simposium internasional semacam ini, yang dianggap sebagai ajang strategis untuk pertukaran informasi dan hasil penelitian demi meningkatkan kualitas pendidikan bahasa Jepang di Indonesia. Pesan ini sejalan dengan harapan Dekan FIB Unhas, yang menekankan pentingnya menjadikan kegiatan ini sebagai wahana diseminasi hasil penelitian yang berlanjut hingga publikasi di jurnal-jurnal bereputasi dan proceeding berkualitas.

Seminar internasional hari ini, yang dijadwalkan berakhir pukul 16.00 WITA, bukan sekadar pertemuan ilmiah. Ia adalah sebuah milestone, batu penanda perjalanan untuk peningkatan kualitas pendidikan bahasa Jepang di Indonesia. Harapannya, apa yang dimulai di sini akan menjadi langkah awal menuju pencapaian yang lebih besar di masa depan.

Namun, sebagaimana semua perjalanan, selalu ada ruang untuk perbaikan. Dari pengamatan jalannya acara hari ini, terdapat beberapa catatan penting:

1. Penguatan Aspek Dokumentasi dan Publikasi

Materi yang disampaikan para pembicara sebaiknya terdokumentasi secara sistematis sejak awal, sehingga proses publikasi proceeding dapat dilakukan dengan cepat dan rapi.

2. Integrasi Peserta Luring dan Daring

Bertujuan agar peserta daring lebih terlibat, diperlukan moderator atau fasilitator khusus yang berinteraksi secara real-time dengan mereka, sehingga koneksi akademik tidak hanya terpusat pada ruang fisik.

3. Pengelolaan Waktu yang Lebih Ketat

Setiap sesi perlu dijaga ketepatan waktunya tanpa mengurangi kedalaman diskusi, agar agenda berjalan sesuai rencana.

4. Peningkatan Akses Materi Pasca-Acara

Materi presentasi dan rekaman sesi dapat diunggah pada portal resmi, sehingga manfaatnya dapat terus diakses oleh peserta maupun publik yang tidak sempat hadir.

Pada akhirnya, keberhasilan simposium ini tidak hanya diukur dari meriahnya pembukaan atau ramainya partisipasi, tetapi dari seberapa jauh ia menumbuhkan jejaring akademik, menghasilkan kolaborasi, dan memicu lahirnya karya-karya ilmiah yang berkualitas.

Terima kasih kepada Ibu Jamila, Ph.D., dari Malaysia; Ibu Prof. Hiraishi dari Jepang; Ibu Prof. Loch dari Kamboja; Bapak Prof. Pullattu Abraham George dari India; Ibu Dr. Lea Santiar dari Indonesia; dan seluruh panitia, baik pusat maupun daerah, yang telah bekerja dengan dedikasi. Terima kasih pula kepada Tuhan, yang telah melancarkan langkah kita hari ini.

Alhamdulillah, kegiatan simposium internasional ICJSLE telah usai. Besok sore saya akan meninggalkan Makassar, kota yang lalu lintasnya terasa semakin padat, namun tetap menyimpan keramahan yang hangat. Semoga para sahabat dari mancanegara telah menikmati kehangatan Makassar, menikmati coto Makassar, pallu basa, dan berbagai makanan khas yang penuh cita rasa. Biarlah kenangan ini tersimpan rapi dalam hati, siapa tahu suatu saat dapat dibuka kembali, menghadirkan senyum dan rasa syukur atas perjumpaan yang telah diizinkan oleh-Nya.



Leave a Reply